Friday, December 20, 2013

RapunZee (Chapter 1) - The Comeback

                Jace memasuki sebuah toko buku yang ia tak sengaja temui saat hendak menempuh perjalanan kembali ke hotel. Laki-laki itu membetulkan letak kacamata hitamnya yang sedikit melorot dan berjalan lurus kearah tumpukan novel-novel best seller.
                Jace selalu suka toko buku. Selain suasananya yang sepi, tidak banyak orang, juga tidak banyak orang yang peduli karena setiap orang sibuk dengan pikiran masing-masing. Seperti yang saat ini Jace lihat. Di tumpukan buku best seller pun hanya terdapat 2 orang yaitu seorang gadis remaja dan seorang bocah SD yang entah mengapa masih memakai seragam sekolah di jam selarut ini. Juga tak terlihat orang tua yang menjaganya di mana-mana.
                Jace melihat-lihat seluruh buku yang terpajang disana dibalik kacamata hitam yang sedang dipakainya. Sebentar-sebentar mengambil acak sebuah buku, membaca sekilas sinopsisnya, dan meletakannya kembali di tempat semula. Saat dirinya ingin berpindah ke bagian lain, matanya menangkap gadis remaja yang sejak tadi masih saja berada di bagian buku best seller, sedangkan bocah SD tadi sudah menghilang entah kemana. Penasaran, Jace pun mengintip sedikit judul buku yang membuat gadis itu betah daritadi untuk membaca.
                “Play Drum Freely”, Jace menggumamkan judul buku itu tanpa suara dan merasa menjadi semakin heran.  Jace dengan lancangnya memperhatikan gadis itu. Perawakan gadis itu yang tidak tinggi dan rambutnya yang panjangnya mengalahkan tembok China terurai dengan bebas, sangat kalem. Sangat tidak mungkin bisa main drum.  Rambut gadis tersebut benar-benar abnormal, panjangnya hampir menyentuh paha. Mengingatkan Jace akan tokoh Rapunzel. Wait, Rapunzel, it’s gonna be her new nickname, batin Jace.
                Jace tersentak ditempat, kacamata hitamnya jatuh saking kagetnya. Ternyata gadis itu sadar sedang diperhatikan dan sekarang sedang memelototinya dengan ganas. Si Rapunzel  yang sekarang menatapnya dengan kaget, sekilas. Di detik berikutnya melanjutkan membaca buku lagi.
                Jace pun tau kenapa gadis ini sempat kaget. Karena kacamata hitamnya jatuh dan gadis itu menyadari bahwa kedua bola mata Jace tidaklah berwarna hitam, melainkan biru. Jace berinisiatif untuk meminta maaf karena telah lancang memperhatikan gadis itu. Ia mulai berdiri di belakang gadis itu, menatap punggung gadis itu yang sedang diselimuti jaket biru tua bertuliskan “Rhona Melody”  dan menjulurkan tangan hendak menepuk pundaknya. Dan seketika itu, gadis itu berbalik badan. Menyebabkan keduanya saling bertabrakan dan tangan Jace yang tadinya akan digunakan untuk menepuk pundaknya, malah digunakan gadis itu sebagai penyangga agar tidak terjatuh. Dan seketika.....
                Cekrek! Cekrek! Cekrek.. Cekrek!
                Keduanya pun menoleh kearah datangnya suara dan menemukan seorang laki-laki separuh baya sedang berlari keluar dengan menenteng SLR di lehernya. Jace menghembuskan napas dengan gemas. Not again.....
                Gadis rambut tembok China kembali menatap Jace, kali ini dengan heran bercampur emosi. “Apa-apaan inii?”
                “Hey, sorry about that.. umm.. itu” Jace memejamkan matanya dan melanjutkan, “That doesn’t normally happen and I’m.. hey... hey!”
                Si Rapunzel mengibaskan tangannya, mengabaikan Jace, berjalan cepat kearah pintu dan menghilang. Yang terakhir terlihat hanyalah rambut panjangnya yang tak sengaja terkibas saat keluar dari pintu.
                Jace menghela napas. Seseorang sudah mengetahui keberadaannya di Batu, Indonesia. Juga yang lebih ditakutkan Jace, kalau fotonya barusan dengan gadis itu benar-benar tersebar di media..
                Jace tiba-tiba mendapat inisiatif, laki-laki itu berlari keluar secepat angin. Kedua mata Jace menyapu bersih kedua sisi jalan. Matanya menangkap sesosok bayangan kecil, laki-laki itu berlari kencang kearah bayangan tersebut.
                Hampir sampai kearah orang yang ingin dia tuju, ternyata orang tersebut menyadari keberadaan Jace dan mulai berlari menjauhi Jace. Namun dewi fortuna sedang berada dipihak Jace, kaki Jace yang panjang menyebabkan Jace dengan mudahnya menggapai ujung jaket orang tersebut dan menariknya.
                “Siniin kameranya.” kata Jace setelah berhasil mencengkram hem kemeja orang tersebut. Pada bagian kiri atas kemejanya, terdapat label sebuah TV yang disimpulkan Jace sebagai tempat orang ini bekernya, “Supreme TV”.
                Laki-laki paruh baya itu dengan takut menyerahkan kameranya SLRnya pada Jace. “Tolong jangan rusak kameranya..” pintanya.
                Jace menggunakan tangan kanannya untuk mendelete foto-foto Jace dengan Rapunzel saat di toko buku tadi. Setelah memastikan tidak ada foto yang tersisa, Jace menyerahkan kamera SLR itu kembali pada sang wartawan, melepaskan cengkramannya pada hem wartawan tersebut dan berbalik pergi. Menjauh, dan tidak menoleh lagi ke belakang.

_________________________________________________________________________

                Jace melangkahkan kaki dengan malas keluar dari kamar hotelnya, meninggalkan managernya, Danny yang masih terlelap di alam mimpi.
                Perutnya berbunyi menandakan dirinya yang benar-benar lapar. Jace kemudian memutuskan untuk berjalan-jalan keluar sendiri tanpa managernya. Masih teringat jelas di kepala Jace ketika kemarin Danny sedang memainkan game di laptop sambil menasihatinya, “Jangan pergi kemanapun tanpaku, ya. Ntar kamu tersesat, berabe lho.”.
                Jace hanya tersenyum tipis. Daripada mati kelaparan, mendingan keluar sendiri beli makanan. Lagipula, Jace sedang ngidam rawon. Setelah hampir 5 tahun tidak kembali ke Indonesia, lidahnya sudah hampir lupa semua rasa makanan di Indonesia. Dirinya pun sudah membuat semacam list makanan yang akan dimakannya saat di Indonesia. Jace merogoh kantongnya dan mengeluarkan sebuah kertas lusuh. Dia membaca kertas itu pelan “Rawon, tahu tek, gulai kambing,..”
                “Selamat pagi, Pak.”
                “Wuo!” Jace terperangah oleh sapaan mendadak itu dan mundur beberapa langkah ke belakang. Didapatinya seorang karyawan hotel yang kebetulan lewat sedang menyapanya.
                “Selamat pagi.” balas Jace dengan senyuman canggung dan langsung keluar dari hotel. Lelaki itu menjejalkan kertas lusuh itu kembali kedalam kantongnya jaketnya.  Jace langsung mencari salah satu taxi dari antrian taxi yang menunggu penumpang di luar hotel. Dari antara sekian banyak taxi, ada 1 taxi yang menarik perhatian Jace karena terdapat stiker mickey mouse kecil yang tertempel di jendela belakang. Jace langsung menumpangi taxi tersebut.
                “Mau kemana , Mas?” tanya sang supir taxi.
                “Where’s the most-I mean-sorry, Rawon yang terenak di Malang dimana ya?” ralat Jace. Jace harus lebih terbiasa lagi menggunakan bahasa Indonesia.  Laki-laki itu memijat dahinya dan terus mengingatkan diri sendiri bahwa dia sedang berada di Batu bukan Amrik.
                “Ohh.. ada, Mas. Rawon di Depot Bu Santi itu enak banget. Saya aja  bisa seminggu makan 4x disana.” oceh sang supir taxi.
                “Boleh deh, Pak. Tolong anterin saya kesana.”
                 “Siap Mas!”
                Tak sampai 15 menit berlalu, taxi tersebut telah sampai ke tempat tujuan. Perjalanan pun sangat terasa cepat karena sepanjang perjalanan, si supir taxi mengoceh dengan nonstop dan menanyai Jace berbagai macam pertanyaan. Jace pun membalas menjawab dengan senang. It’s nice to have this kind of situation. It’s like, we don’t know each other, even each other’s name, but who cares, we just talk for the sake of wasting time.
                “Ayo, Pak. Udah sampe nih.” kata sang pak supir seraya tak sengaja memamerkan gigi bagian kirinya yang ompong .
                “Ohya, thankyou Pak.” ucap Jace dan menyerahkan selembar 50 ribuan pada si supir ompong. “Ambil aja kembaliannya.” tambah Jace saat melihat sang supir sibuk mengeluarkan dompetnya.
                “Makasih, Mas.” Pak supir terlihat sangat senang. “Mau ditungguin makannya atau gimana?”
                “Oh gausah, Pak. Jalan aja, saya habis gini mau jalan kaki lihat-lihat.” Jace mengungkapkan ide mendadaknya pada sang supir.
                “Siap Mas, selamat menikmati kota batuu..” seru si supir ompong.  Jace hanya mengangguk pelan dan keluar dari taxi, lalu memperhatikan taxi tersebut beranjak pergi dari pandangannya. Jace berbalik dan berjalan masuk ketika menatap palang Depot Bu Santi di depannya.
                “Mau pesen apa, Mas?”  tanya Ibu-ibu disana.
                “Rawon sama air mineral, Bu.” ucapku menyebabkan Ibu tersebut mengangguk dan masuk kedalam mempersiapkan makanan. Hanya menunggu beberapa menit saja, makanan tersebut langsung datang.
                And hell, this really is the best Rawon in the whole planet, batin Jace. Jace sampai ingin memberi tips tambahan pada sang supir ompong karena telah memberitahukannya tempat ini, tapi Jace baru ingat bahwa taxinya sudah pergi. Tak sampai 5 menit, rawon tersebut sudah ludes, masuk total kedalam perut Jace. Jace sampai minta Ibu penjual untuk membungkus rawon lagi untuk dibawanya ke hotel.
                Setelah puas makan, Jace berjalan-jalan keliling kota Batu. Laki-laki itu memasuki hampir semua toko yang dilihatnya. Dari toko baju sampai supermarket. Laki-laki tersebut menyadari bahwa hari sudah siang. Terik matahari menyinari langsung dan menyengat pada kulit Jace. Laki-laki itu ingin balik ke hotel. Ingin istirahat.
                Dilihatnya ke sekeliling, mencari taxi untuk pulang ke hotel. Tapi tidak ada satu taxi pun yang tertangkap matanya. Kendaraan umum pun tidak ada yang terlihat. Jace mulai panik, menyesal menyuruh supir ompong tadi pergi.  Sekarang Jace nyasar.
                Jace merogoh kantongnya dan mengeluarkan Hpnya, berniat menelepon meminta jemputan. Mata Jace melotot melihat layar Hpnya.
                “I’m dead. Really really dead.” oceh Jace sambil terus memandangi Hpnya. 47 misscall dan 17 SMS. Semuanya dari Danny.

_______________________________________________________________________

                “The heck, Jace?!” seru Danny saat pertama kali melihat Jace.
                Danny lalu mengoceh dan terus mengoceh dari Sabang hingga Merauke. Menasihati Jace karena pergi tanpa mengabarinya dan men-silent Hpnya. Tapi Jace terpaksa untuk menelepon Danny dan menjemputnya. Gimana lagi? Jace baru datang di Batu dan tidak mengetahui nomor telepon taxi.
                Untungnya Jace menyogok Danny dengan berbagai macam belanjaannya, serta memberinya rawon Depot Bu Santi. Awalnya Danny menolak, namun akhirnya luluh juga dan malah sibuk mengorek-ngorek belanjaan Jace.
                “Udah ga marah nih, pak Manager?” goda Jace saat Danny sibuk makan rawon.
                Danny melengos. Laki-laki bertubuh pendek itu membetulkan letak kacamata bulatnya dan menatap Jace.
                “Maybe I’m not mad anymore, but I’m gonna find you a new tourguide.”

To be continued

TADAAAA! FIRST CHAPTER FINALLY CAMEE
Well, fyi, I'm a fairytale freak. So, I came up with an idea to write a story that have a thing with fairytale. And because Rapunzel is my favorite, so I decide to write a story about Rapunzel.
So here it is! I don't know when I will write the second chapter, just wait :p
Thankyou for readinggggg!

JElim

No comments:

Post a Comment