Last Chapter
“Udah ga marah nih, pak Manager?” goda Jace saat Danny sibuk
makan rawon.
Danny
melengos. Laki-laki bertubuh pendek itu membetulkan letak kacamata bulatnya dan
menatap Jace.
“Maybe
I’m not mad anymore, but I’m gonna find you a new tourguide.”
Chapter 2
Jace
terdiam sejenak, mencoba mencerna perkataan Danny. “For what?” balasnya.
“Jace,
kamu baru nyasar....”
“And?”
tanya Jace bego.
“And
I’m gonna find you a new tourguide?” Danny memutar bola matanya malas.
“But-“
“No
buts, Jace.” potong Danny. “Paling lama besok lusa, tapi aku usahain, besok
tourguide-nya udah dateng.”
“Besokkkk?
Are you kidding meeeeeeeee..” Jace mengacak-acak rambut hitamnya yang sudah
lumayan panjang. Hilang sudah kesempatan Jace untuk jalan-jalan dan refreshing
sendiri. Besok atau besok lusa atau kapanpun itu, bakal ada seseorang yang
ngintilin Jace kemanapun dia berada.
“Halah,
ga mungkin Danny nemu tourguide secepet itu. Dia kan lelet.” dumel Jace.
“I hear that!”
Jace
melengos, kemudian melanjutkan memakan nasi gorengnya yang sempat terlantar.
Jace memasukan sesuap lagi kedalam mulutnya, ingin cepat-cepat selesai makan
malam dan tidur. Melupakan semuanya untuk sementara.
______________________________________________________________________________
“Hmm..
Aku usahain bisa dong..... Harus hari ini kah?....Yahh... Kalau nanti malem gapapa?..... Iya soalnya..” Rena menghentikan pembicaraan genit itu
melalui telepon lalu melotot kearah Zivanna. “Soalnya anakku ada acara.”
Rena
terdiam sebentar, sepertinya menunggu orang yang di telepon untuk selesai berbicara. “Oke,
boleh. Ntar aku dateng ke hotelmu buat tanda tangan kontraknya.” Telepon lalu dimatikan.
“Kontrak
apaan? Aku bakal jadi artis? Ato apa?” tanya Zivanna bertubi-tubi. Berbagai
kemungkinan muncul di otak Zivanna. Soal dia jadi artis.... pemain sinetron....
personil band mungkin? Zivanna pun mesam-mesem sendiri. Kalo udah ngomongin
soal kontrak, berarti kan ada hubungannya dengan artis?
“Nanti
kamu bakal tau sendiri.” ujar Rena yang membuat semua kemungkinan yang muncul
di otak Zivanna runtuh seketika. “Sekarang, kamu ikut aku ke salon.”
“Hah?!
Buat apaaa?”
_____________________________________________________________________________
“Tolong
dia di make up, tapi make upnya natural aja. Jangan kelihatan berlebihan. Kalau
udah selesai, tolong dipakein baju ini.” Rena menyerahkan sebuah dress simple
berwarna pink pastel dengan sabuk pada bagian pinggang. “Ohya, ini flat
shoesnya, aku tau kamu ga mungkin bisa pake high heels, jadi-“
“Tante!”
potongku dengan keras, menyebabkan Mas- mas, atau bisa dibilang setengah Mas
setengah Mbak yang berada di belakangku melonjak ke belakang sangking kagetnya.
“Yaampun cyn!” serunya.
Rena
melihatku dengan tajam. “Tolong tinggalkan kami berdua sebentar.” Sang Mbak-Mas
yang ada di belakangku langsung meninggalkan kami berdua dengan setengah
berlari. Mata Rena tidak pernah sedetikpun meninggalkan mataku. Rena lalu duduk
pada kursi di sampingku.
“Selama
ini aku udah besarin kamu dengan susah payah. Sekolahin kamu tinggi-tinggi. Tapi
saat kamu udah besar, apa yang kamu lakuin? Kamu malah kerja sukarela di
sekolah musik itu!” Rena berhenti sejenak, menggeleng-gelengkan kepalanya
dengan geram.
“Aku
udah minta kamu untuk kerja di perusahaanku, tapi apa? Kamu selalu menghindar
dengan cara apapun. Sekarang, ada pekerjaan buat kamu. Aku ga akan biarin kamu
menyia-nyiakan kesempatan kali ini, Zee.” oceh Rena panjang lebar.
“Trus
ada apa dengan dandananku? Ngapain juga kerja harus ke salon, pake dress segala
lagi!”
“Aku ga
bakal biarin kamu kesana pake kaos sama celana jeans. Ini hari pertama kamu
kerja, harus pasang image bagus.”
“Apa
salahnya pake kaos sama jeans? Daripada pake dress, kakiku bisa beku tau ga.
Ini kan Batuuu..”
Rena
rupanya menghiraukan protes Zivanna dan memanggil Mbak-Mas yang tadi. Zivanna
pun sangat kesal. Muncul ide di otaknya yang mengatakan untuk kabur sekarang.
Namun ide tersebut tidak jadi terlaksana ketika Mas-Mbak tadi datang kearahnya
bersama 2 temannya. Bagaimana cara Zivanna kabur kalau dikerubungin 3 banci?
Zivanna
pun pasrah, gadis itu menutup matanya dan bersiap mukanya diobrak-abrik.
_______________________________________________________________________________
“Bangun,
cyin, bangunn..” Zivanna pun tersentak dari tidurnya. Gadis itu berteriak
seketika menemukan wajah Mas-Mbak yang men-make up mukanya tadi hanya berada 10
cm di depan mukanya.
“Aduh
sayy! Gausa teriak-teriak dong, telinga akika atit nihh..”
“Sekarang
masuk ruang ganti, baju sama sepatumu udah ada di sana.” Rena yang berada di
sebelah Zivanna tiba-tiba bersuara.
Zivanna
pun merengut kesal. Gadis itu memasuki ruang ganti dengan kaki yang sengaja
dihentak-hentakan. Zivanna lalu menatap pandangannya di kaca. Mukanya sudah terpoles make up dengan
sempurna, ujung rambutnya pun dibuat bergelombang. Tapi Zivanna tidak peduli,
gadis itu dengan cepat memakai dress dan menjejalkan kaki sekenanya kedalam
flat shoes.
Zivanna
sempat terperangah sebentar di depan kaca. Sudah bertahun-tahun dirinya tidak
pernah memakai dress.
“Zee!
Cepat!”
Suara
Rena mengagetkan Zivanna. Tergopoh-gopoh Zivanna memasukan kaos dan jeans yang
tadi dipakainya kedalam tas. Gadis itu lalu berlari keluar dan menemukan Rena
sedang membayar di kasir. Zivanna hanya bisa membuntuti Rena di belakang dan
mengikuti Rena hingga masuk kedalam mobil.
Perjalanan
pun terasa sangat sunyi. Tak ada satu patah pun yang keluar dari mulut Zivanna
maupun Rena. Namun berbagai macam pertanyaan muncul di dalam otak Zivanna.
Gadis itu sudah tidak kuat menahannya dan memutuskan unuk bertanya.
“Pekerjaan
apa sih, tan?”
Rena
terdiam sejenak. “Apapun pekerjaannya, kamu ga boleh menolak. Dan satu hal yang
perlu kamu ingat, jangan panggil aku tante, panggil aku mama. Orang itu taunya
aku dan kamu sudah saling menganggap sesama sebagai ibu dan anak.”
Belum
sempat Zivanna mengajukan pertanyaan lagi. Mobil mendadak berhenti dan Rena pun
keluar dari mobil. Zivanna hanya bisa menyusul dan menatap bangunan yang di
depannya, Piaza Hotel.
Pekerjaan
apa yang bisa dilakukan di hotel? batin Zivanna. “Tunggu dulu.” Gadis itu
berkata pada diri sendiri. “Oh Tuhan!” pekik Zivanna kaget. Sebuah pekerjaan muncul
di otaknya. Tante Rena memang sinting! Pantas saja Zivanna disuruh dandan ke
salon dulu. Dalam seketika, Zivanna berbalik dan berlari menjauh. Namun
terlambat, Rena mendengar pekikan Zivanna dan mengejar Zivanna. Dalam sekejap
pun, Zivanna sudah tertangkap oleh Rena.
“Jangan
coba-coba kabur!” sentak Rena lalu mencengkram tangan Zivanna sehingga gadis
itu tidak bisa berkutik.
“Tante
gila ya! Pekerjaan apapun gapapa, tapi jangan pekerjaan ini! Aku ini cewek
baik-baik!” Zivanna meronta dari cengkraman Rena.
Rena terdiam
seketika, seperti mengerti pikiran Zivanna. Dalam seketika, Rena meledak dalam
tawa. Zivanna pun melirik kearah Rena dengan sinis.
“Gamungkin
aku kasih kamu pekerjaan macam itu!” Rena tertawa kembali. “Sudahlah, ikut
saja.”
Diam-diam
Zivanna menghela napas lega. Ternyata Rena tidak segila itu. Zivanna mengikuti
Rena kedalam lift sambil terus berpikir akan pekerjaan yang akan didapatnya.
Lift pun berhenti di lantai 3 dan Rena menyeret Zivanna keluar dari lift.
“Inget,
panggil aku mama, jangan tante.” Rena memperingatkan Zivanna lagi. Zivanna
hanya bisa melengos. Rena dan Zivanna
berhenti di depan kamar bernomor 308. Rena kemudian mengetuk pintu tersebut.
Tak lama kemudian, seseorang keluar dari dalam kamar.
“Oh,
Rena! Long time no see!” ujar seorang laki-laki separuh baya yang barusan
keluar dari kamar dan memeluk Rena.
“It’s
nice to see you again, Dan.” ucap Rena manis.
Zivanna
hanya bisa menonton adegan di depannya dengan malas.
“And
who’s this pretty girl?” tanya laki-laki tersebut.
“It’s Zivanna, I’ve told you, right?” balas Rena sebelum Zivanna sempat menjawab.
Laki-laki
itu pendek. Mungkin tingginya hanya mentok 160cm atau bahkan kurang. Terdapat
kacamata bulat yang bertengger di hidungnya. Rambutnya pun jabrik-jabrik
seperti diberi gel. Zivanna pun tak bisa menahan tawanya. Laki-laki ini mirip
minion! Itu loh, minion yang ada di film Despicable Me.
Rena
dan Minion sekarang melihat ke arah Zivanna dengan pandangan heran. Zivanna
pura-pura batuk dan berkata, “Sorry.”
“It’s
okay.” kata Minion. “By the way, you can call me Danny.”
______________________________________________________________________________
“Jace!”
Danny memanggil dengan suara cempring. Jace menoleh ke arah Danny dan melihat
lelaki itu berlari kearahnya dengan tergopoh-gopoh.
“She’s
here.” kata Danny.
Jace
mengarahkan bola matanya keatas, seakan berpikir seketika. “Who’s that she?”
“Lupa?
Aku kan udah bilang bakal nyariin kamu tourguide.”
“No no
nooooo.. Aku sekarang mau ke BNS. Tempat mainan yang katanya bagus itu. Aku
gada waktu ketemu tourguide itu. Suruh pulang aja, besok suruh kesini lagi.” oceh
Jace panjang kali lebar kali tinggi.
“Yes
yes yessss.. Mumpung mau ke BNS, kamu bakal ditemenin tourguide barumu.” Danny menatapku
serius. Pandangannya pun beralih kearah pintu menuju ruang tamu. Disana
berdirilah seorang ibu-ibu seumuran dengan Danny dan ibu tersebut tersenyum
kearah Jace.
“No
way.” ucap Jace tak percaya. Tourguide Jace adalah ibu-ibu!? Jace pun melotot
ke arah Danny. Seketika, Danny pun melebur dalam tawa.
“Bukan,
Jace. Bukan. Dia itu teman masa SMAku, dia punya perusahaan tourism besar.”
Danny tertawa kembali. “Just wait and see.”
Diam-diam
Jace pun menghela napas lega. Ibu-ibu itu bukanlah tourguidenya. Hampir saja
Jace berpikir akan pergi kemanapun dengan di intilin seorang ibu-ibu. Tapi
kalau ibu itu bukan tourguidenya, lalu ibu itu siapa? Pacar Danny?
Danny
menyeret lengan Jace sehingga bangkit dari tempat tidur lalu menggiringnya
keluar dari kamar menuju ruang tamu. Yep, kamar hotel yang ditempati Jace dan
Danny ini memang besar. Ada kamar dan ruang tamunya. Awalnya Jace protes, tapi
kemudian pasrah mengikuti Danny.
“No
fudgin’ way.” seru Jace.
Jace
mengucek-ngucek matanya tak percaya. Di depannya, terdapat seorang perempuan
dan sedang duduk membelakanginya di sebuah kursi. Tapi yang membuat Jace kaget
bukanlah itu. Yang membuat Jace kaget adalah rambut gadis tersebut yang menjuntai
sepanjang kursi dan hampir menyentuh lantai.
Cuma 1
orang yang Jace tau memiliki rambut sepanjang itu.
Ibu-ibu
yang tadi pun mencolek bahu gadis itu, membisikan sepatah kata pada telinganya.
Gadis itu lalu berdiri, berbalik, dan menatap Jace. Manik matanya bertemu mata
Jace.
Gadis
itu kaget, seketika. Mulut gadis itu bahkan sempat terbuka sementara saat
melihat Jace. Namun di detik berikutnya, gadis itu bersikap normal seakan tak
terjadi apa-apa.
Danny
menggiring gadis tersebut tepat didepan Jace. “Ayo kenalan.” goda Danny.
Jace
mengulurkan tangannya terlebih dahulu. Beberapa detik berlalu, akhirnya tangan
gadis tersebut bertaut dengan tangan Jace.
“Aku Jace.”
ujar Jace.
Beberapa
waktu berlalu, gadis itu masih tidak memberitahukan namanya.
“Hmm..
Namanya Zivanna.” sahut ibu yang sedaritadi berdiri disamping gadis ini.
“Jangan..
Orang-orang biasa panggil aku Zee-Zee.” Gadis itu tiba-tiba bersuara.
Jace
membeku di tempat. Masih tetap tidak menyangka akan bertemu sang Rapunzel
kembali. Suddenly, Jace sangat bersyukur karena kemarin nyasar. This tourguide idea is not that bad after all, batin Jace. Namun Jace seketika tersenyum.
Menemukan sebuah ketidaksengajaan yang tiba-tiba muncul di otaknya.
RapunZee?
Batin Jace.
To be continued..
Chapter 2 selesaiiiii..
Dan kalau soal chapter 3, aku masih gatau mau lanjutin kapan.
The problem is, aku bakal liburan ke Bali selama seminggu, so I don't know when I will continue this story.
Tapi pasti dilanjutin kok..
Enjoy chapter 2! xoxo
JElim
No comments:
Post a Comment