Monday, December 23, 2013

RapunZee (Chapter 2) - Unexpected



Last Chapter

              “Udah ga marah nih, pak Manager?” goda Jace saat Danny sibuk makan rawon.
                Danny melengos. Laki-laki bertubuh pendek itu membetulkan letak kacamata bulatnya dan menatap Jace.
                “Maybe I’m not mad anymore, but I’m gonna find you a new tourguide.”

Chapter 2

                Jace terdiam sejenak, mencoba mencerna perkataan Danny. “For what?” balasnya.
                “Jace, kamu baru nyasar....”
                “And?” tanya Jace bego.
                “And I’m gonna find you a new tourguide?” Danny memutar bola matanya malas.
                “But-“
                “No buts, Jace.” potong Danny. “Paling lama besok lusa, tapi aku usahain, besok tourguide-nya udah dateng.”
                “Besokkkk? Are you kidding meeeeeeeee..” Jace mengacak-acak rambut hitamnya yang sudah lumayan panjang. Hilang sudah kesempatan Jace untuk jalan-jalan dan refreshing sendiri. Besok atau besok lusa atau kapanpun itu, bakal ada seseorang yang ngintilin Jace kemanapun dia berada.
                “Halah, ga mungkin Danny nemu tourguide secepet itu. Dia kan lelet.” dumel Jace.
                “I hear that!”                                                                       
                Jace melengos, kemudian melanjutkan memakan nasi gorengnya yang sempat terlantar. Jace memasukan sesuap lagi kedalam mulutnya, ingin cepat-cepat selesai makan malam dan tidur. Melupakan semuanya untuk sementara.

______________________________________________________________________________

                “Hmm.. Aku usahain bisa dong..... Harus hari ini kah?....Yahh...  Kalau nanti malem gapapa?..... Iya soalnya..”  Rena menghentikan pembicaraan genit itu melalui telepon lalu melotot kearah Zivanna. “Soalnya anakku ada acara.”
                Rena terdiam sebentar, sepertinya menunggu orang yang  di telepon untuk selesai berbicara. “Oke, boleh. Ntar aku dateng ke hotelmu buat tanda tangan kontraknya.”  Telepon lalu dimatikan.
                “Kontrak apaan? Aku bakal jadi artis? Ato apa?” tanya Zivanna bertubi-tubi. Berbagai kemungkinan muncul di otak Zivanna. Soal dia jadi artis.... pemain sinetron.... personil band mungkin? Zivanna pun mesam-mesem sendiri. Kalo udah ngomongin soal kontrak, berarti kan ada hubungannya dengan artis?
                “Nanti kamu bakal tau sendiri.” ujar Rena yang membuat semua kemungkinan yang muncul di otak Zivanna runtuh seketika. “Sekarang, kamu ikut aku ke salon.”
                “Hah?! Buat apaaa?”
_____________________________________________________________________________

                “Tolong dia di make up, tapi make upnya natural aja. Jangan kelihatan berlebihan. Kalau udah selesai, tolong dipakein baju ini.” Rena menyerahkan sebuah dress simple berwarna pink pastel dengan sabuk pada bagian pinggang. “Ohya, ini flat shoesnya, aku tau kamu ga mungkin bisa pake high heels, jadi-“
                “Tante!” potongku dengan keras, menyebabkan Mas- mas, atau bisa dibilang setengah Mas setengah Mbak yang berada di belakangku melonjak ke belakang sangking kagetnya. “Yaampun cyn!” serunya.
                Rena melihatku dengan tajam. “Tolong tinggalkan kami berdua sebentar.” Sang Mbak-Mas yang ada di belakangku langsung meninggalkan kami berdua dengan setengah berlari. Mata Rena tidak pernah sedetikpun meninggalkan mataku. Rena lalu duduk pada kursi di sampingku.
                “Selama ini aku udah besarin kamu dengan susah payah. Sekolahin kamu tinggi-tinggi. Tapi saat kamu udah besar, apa yang kamu lakuin? Kamu malah kerja sukarela di sekolah musik itu!” Rena berhenti sejenak, menggeleng-gelengkan kepalanya dengan geram.
                “Aku udah minta kamu untuk kerja di perusahaanku, tapi apa? Kamu selalu menghindar dengan cara apapun. Sekarang, ada pekerjaan buat kamu. Aku ga akan biarin kamu menyia-nyiakan kesempatan kali ini, Zee.” oceh Rena panjang lebar.
                “Trus ada apa dengan dandananku? Ngapain juga kerja harus ke salon, pake dress segala lagi!”
                “Aku ga bakal biarin kamu kesana pake kaos sama celana jeans. Ini hari pertama kamu kerja, harus pasang image bagus.”
                “Apa salahnya pake kaos sama jeans? Daripada pake dress, kakiku bisa beku tau ga. Ini kan Batuuu..”
                Rena rupanya menghiraukan protes Zivanna dan memanggil Mbak-Mas yang tadi. Zivanna pun sangat kesal. Muncul ide di otaknya yang mengatakan untuk kabur sekarang. Namun ide tersebut tidak jadi terlaksana ketika Mas-Mbak tadi datang kearahnya bersama 2 temannya. Bagaimana cara Zivanna kabur kalau dikerubungin 3 banci?
                Zivanna pun pasrah, gadis itu menutup matanya dan bersiap mukanya diobrak-abrik.
_______________________________________________________________________________

                “Bangun, cyin, bangunn..” Zivanna pun tersentak dari tidurnya. Gadis itu berteriak seketika menemukan wajah Mas-Mbak yang men-make up mukanya tadi hanya berada 10 cm di depan mukanya.
                “Aduh sayy! Gausa teriak-teriak dong, telinga akika atit nihh..”
                “Sekarang masuk ruang ganti, baju sama sepatumu udah ada di sana.” Rena yang berada di sebelah Zivanna tiba-tiba bersuara.
                Zivanna pun merengut kesal. Gadis itu memasuki ruang ganti dengan kaki yang sengaja dihentak-hentakan. Zivanna lalu menatap pandangannya di kaca.  Mukanya sudah terpoles make up dengan sempurna, ujung rambutnya pun dibuat bergelombang. Tapi Zivanna tidak peduli, gadis itu dengan cepat memakai dress dan menjejalkan kaki sekenanya kedalam flat shoes.
                Zivanna sempat terperangah sebentar di depan kaca. Sudah bertahun-tahun dirinya tidak pernah memakai dress.
                “Zee! Cepat!”
                Suara Rena mengagetkan Zivanna. Tergopoh-gopoh Zivanna memasukan kaos dan jeans yang tadi dipakainya kedalam tas. Gadis itu lalu berlari keluar dan menemukan Rena sedang membayar di kasir. Zivanna hanya bisa membuntuti Rena di belakang dan mengikuti Rena hingga masuk kedalam mobil.
                Perjalanan pun terasa sangat sunyi. Tak ada satu patah pun yang keluar dari mulut Zivanna maupun Rena. Namun berbagai macam pertanyaan muncul di dalam otak Zivanna. Gadis itu sudah tidak kuat menahannya dan memutuskan unuk bertanya.
                “Pekerjaan apa sih, tan?”
                Rena terdiam sejenak. “Apapun pekerjaannya, kamu ga boleh menolak. Dan satu hal yang perlu kamu ingat, jangan panggil aku tante, panggil aku mama. Orang itu taunya aku dan kamu sudah saling menganggap sesama sebagai ibu dan anak.”
                Belum sempat Zivanna mengajukan pertanyaan lagi. Mobil mendadak berhenti dan Rena pun keluar dari mobil. Zivanna hanya bisa menyusul dan menatap bangunan yang di depannya, Piaza Hotel.
                Pekerjaan apa yang bisa dilakukan di hotel? batin Zivanna. “Tunggu dulu.” Gadis itu berkata pada diri sendiri. “Oh Tuhan!” pekik Zivanna kaget. Sebuah pekerjaan muncul di otaknya. Tante Rena memang sinting! Pantas saja Zivanna disuruh dandan ke salon dulu. Dalam seketika, Zivanna berbalik dan berlari menjauh. Namun terlambat, Rena mendengar pekikan Zivanna dan mengejar Zivanna. Dalam sekejap pun, Zivanna sudah tertangkap oleh Rena.
                “Jangan coba-coba kabur!” sentak Rena lalu mencengkram tangan Zivanna sehingga gadis itu tidak bisa berkutik.
                “Tante gila ya! Pekerjaan apapun gapapa, tapi jangan pekerjaan ini! Aku ini cewek baik-baik!” Zivanna meronta dari cengkraman Rena.
                Rena terdiam seketika, seperti mengerti pikiran Zivanna. Dalam seketika, Rena meledak dalam tawa. Zivanna pun melirik kearah Rena dengan sinis.
                “Gamungkin aku kasih kamu pekerjaan macam itu!” Rena tertawa kembali. “Sudahlah, ikut saja.”
                Diam-diam Zivanna menghela napas lega. Ternyata Rena tidak segila itu. Zivanna mengikuti Rena kedalam lift sambil terus berpikir akan pekerjaan yang akan didapatnya. Lift pun berhenti di lantai 3 dan Rena menyeret Zivanna keluar dari lift.
                “Inget, panggil aku mama, jangan tante.” Rena memperingatkan Zivanna lagi. Zivanna hanya bisa melengos.  Rena dan Zivanna berhenti di depan kamar bernomor 308. Rena kemudian mengetuk pintu tersebut. Tak lama kemudian, seseorang keluar dari dalam kamar.
                “Oh, Rena! Long time no see!” ujar seorang laki-laki separuh baya yang barusan keluar dari kamar dan memeluk Rena.
                “It’s nice to see you again, Dan.” ucap Rena manis.
                Zivanna hanya bisa menonton adegan di depannya dengan malas.
                “And who’s this pretty girl?” tanya laki-laki tersebut.
                “It’s Zivanna, I’ve told you, right?” balas Rena sebelum Zivanna sempat menjawab.
                Laki-laki itu pendek. Mungkin tingginya hanya mentok 160cm atau bahkan kurang. Terdapat kacamata bulat yang bertengger di hidungnya. Rambutnya pun jabrik-jabrik seperti diberi gel. Zivanna pun tak bisa menahan tawanya. Laki-laki ini mirip minion! Itu loh, minion yang ada di film Despicable Me.
                Rena dan Minion sekarang melihat ke arah Zivanna dengan pandangan heran. Zivanna pura-pura batuk dan berkata, “Sorry.”
                “It’s okay.” kata Minion. “By the way, you can call me Danny.”
______________________________________________________________________________

                “Jace!” Danny memanggil dengan suara cempring. Jace menoleh ke arah Danny dan melihat lelaki itu berlari kearahnya dengan tergopoh-gopoh.
                “She’s here.” kata Danny.
                Jace mengarahkan bola matanya keatas, seakan berpikir seketika. “Who’s that she?”
                “Lupa? Aku kan udah bilang bakal nyariin kamu tourguide.”
                “No no nooooo.. Aku sekarang mau ke BNS. Tempat mainan yang katanya bagus itu. Aku gada waktu ketemu tourguide itu. Suruh pulang aja, besok suruh kesini lagi.” oceh Jace panjang kali lebar kali tinggi.
                “Yes yes yessss.. Mumpung mau ke BNS, kamu bakal ditemenin tourguide barumu.” Danny menatapku serius. Pandangannya pun beralih kearah pintu menuju ruang tamu. Disana berdirilah seorang ibu-ibu seumuran dengan Danny dan ibu tersebut tersenyum kearah Jace.
                “No way.” ucap Jace tak percaya. Tourguide Jace adalah ibu-ibu!? Jace pun melotot ke arah Danny. Seketika, Danny pun melebur dalam tawa.
                “Bukan, Jace. Bukan. Dia itu teman masa SMAku, dia punya perusahaan tourism besar.” Danny tertawa kembali. “Just wait and see.”
                Diam-diam Jace pun menghela napas lega. Ibu-ibu itu bukanlah tourguidenya. Hampir saja Jace berpikir akan pergi kemanapun dengan di intilin seorang ibu-ibu. Tapi kalau ibu itu bukan tourguidenya, lalu ibu itu siapa? Pacar Danny?
                Danny menyeret lengan Jace sehingga bangkit dari tempat tidur lalu menggiringnya keluar dari kamar menuju ruang tamu. Yep, kamar hotel yang ditempati Jace dan Danny ini memang besar. Ada kamar dan ruang tamunya. Awalnya Jace protes, tapi kemudian pasrah mengikuti Danny.
                “No fudgin’ way.” seru Jace.
                Jace mengucek-ngucek matanya tak percaya. Di depannya, terdapat seorang perempuan dan sedang duduk membelakanginya di sebuah kursi. Tapi yang membuat Jace kaget bukanlah itu. Yang membuat Jace kaget adalah rambut gadis tersebut yang menjuntai sepanjang kursi dan hampir menyentuh lantai.
                Cuma 1 orang yang Jace tau memiliki rambut sepanjang itu.
                Ibu-ibu yang tadi pun mencolek bahu gadis itu, membisikan sepatah kata pada telinganya. Gadis itu lalu berdiri, berbalik, dan menatap Jace. Manik matanya bertemu mata Jace.
                Gadis itu kaget, seketika. Mulut gadis itu bahkan sempat terbuka sementara saat melihat Jace. Namun di detik berikutnya, gadis itu bersikap normal seakan tak terjadi apa-apa.
                Danny menggiring gadis tersebut tepat didepan Jace. “Ayo kenalan.” goda Danny.
                Jace mengulurkan tangannya terlebih dahulu. Beberapa detik berlalu, akhirnya tangan gadis tersebut bertaut dengan tangan Jace.
                “Aku Jace.” ujar Jace.
                Beberapa waktu berlalu, gadis itu masih tidak memberitahukan namanya.
                “Hmm.. Namanya Zivanna.” sahut ibu yang sedaritadi berdiri disamping gadis ini.
                “Jangan.. Orang-orang biasa panggil aku Zee-Zee.” Gadis itu tiba-tiba bersuara.
                Jace membeku di tempat. Masih tetap tidak menyangka akan bertemu sang Rapunzel kembali.  Suddenly, Jace sangat bersyukur karena kemarin nyasar. This tourguide idea is not that bad after all, batin Jace. Namun Jace seketika tersenyum. Menemukan sebuah ketidaksengajaan yang tiba-tiba muncul di otaknya.
                RapunZee? Batin Jace.

To be continued..

Chapter 2 selesaiiiii.. 
Dan kalau soal chapter 3, aku masih gatau mau lanjutin kapan.
The problem is, aku bakal liburan ke Bali selama seminggu, so I don't know when I will continue this story.
Tapi pasti dilanjutin kok..
Enjoy chapter 2! xoxo

JElim

No comments:

Post a Comment